Semalam, saya dan suami mendatangi
pernikahan teman suami yang keturunan Cina. Acaranya, berdasarkan yang
tercantum di undangan mulainya pukul 6 sore. Walhasil, dari pukul setengah 4
sore udah siap-siap. Maklum sodara, saya kan seorang emak satu anak. Selain
siapkan kebutuhan saya sendiri, saya juga siapin kebutuhan suami dan baby Puku.
Memang seh, baby Puku nggak saya ajak ke resepsinya dan saya titipkan ke ibu
saya. Tapi kan tetep, siapin ASI buat baby Puku, meneteki baby Puku sebelum dia
tidur, kan juga masih tugas saya. Belum lagi saya itu perempuan, rempong banget
bo... Milih baju aja lama, apalagi dandannya.
Eh, udah hampir siap, suami masih ngorok
kecapekan gara-gara habis benerin kipas angin yang nggak bisa nyala. Rencana
berangkat setengah lima, molor sampai jam lima. Pas mau berangkat, baby Puku
bangun tidur dan nangis terus gara-gara tidurnya nggak nyenyak. Hadeh, molor
lagi sampai lima seperempat. Setelah situasi aman dan baby Puku udah bisa
ditenangin, wush.. berangkat. Karena resepsinya mulai jam 6 dan waktunya dah
mepet banget, ngebutlah suami nyetir motornya. Gresik – Surabaya setidaknya
sejam kalau ngebut. Tapi kan ntar kepotong berhenti di jalan buat sholat
Maghrib, so, harus perkirakan sampainya jam berapa.
Pukul setengah tujuh, sampailah saya dan
suami di tempat resepsi yang ternyata adalah sebuah restoran yang diubah
menjadi tempat resepsi yang indah dan sangat formal. Berbeda dengan resepsi
kebanyakan yang biasanya saya hadiri. Kebanyakan resepsi yang saya hadiri itu
standing party, tapi kalau yang ini, setiap undangan mendapat kursi kehormatan
sesuai dengan kategori pertemanan *saya sebut gitu aja yah, biar nggak repot neranginnya*.
Jadinya, ntar teman semeja saya dan suami adalah teman-teman kantornya suami
*dan setelah semua teman kantor datang, saya baru tahu kalau yang seduduk
dengan kami adalah para pejabat kantor =_=’
Udah ngebut ala Batman, setelah kami
duduk manis, kami baru tahu kalau acara mundur pukul 7 malam dan kami harus
mengikuti ceremony acara sampai tuntas. Ohmigosh, pasti lama dwong.. Padahal biasanya
resepsi yang saya datangi itu setelah mengucapkan selamat kepada kedua
mempelai, makan, pulang. Nggak sampai satu jam terjebak di lokasi. Tetapi,
nggak rugi kok dateng ke resepsi yang sekarang. Gimana nggak, tatanan
dekorasinya *mulai dari meja, kuade, hiasan ruangan*, penampilan kreasi,
susunan acara yang adat Cina sekali bahkan tamu undangan yang sedap dipandang,
benar-benar menjadi obat pelupa kami bahwa kami datang terlalu awal.
Tatanan meja dan perangkatnya yang menarik sekali :) |
Setelah pengantin memasuki ruangan,
acara resepsi resmi dimulai. Dalam pernikahan semalam, tidak ada yang namanya
kursi di kuade pengantin *ataukah memang semua pernikahan Cina seperti ini,
saya belum tahu*. Sempat saya tanyakan suami, tapi suami hanya goyang-goyang
kepala tanda nggak ngerti juga. Dan tidak seberapa lama, pertanyaan saya
terjawab juga ketika kami mengikuti prosesi resepsi secara utuh. Ternyata
saudara, kursi di atas kuade tidak akan berfungsi karena pengantin mengikuti
serangkaian prosesi yang semuanya dilakukan dengan cara berdiri. Hanya sesekali
perngantin duduk di kursi yang sudah disediakan di depan panggung kuade untuk
menunggu jeda antar prosesi.
Nggak seru kalau saya tidak bercerita
tentang urutan prosesinya. Prosesi yang dijalani pengantin adalah *semoga masih
ingat urutannya* berterima kasih kepada orang tua atas bentuk bakti mereka. Dan
ini disampaikan secara lisan kepada para tamu undangan, tidak hanya berbentuk
perilaku sungkem saja. Setelah itu, para tamu undangan diajak pembawa acara mengangkat
gelas tinggi-tinggi sebagai bentuk ucapan selamat kepada kedua mempelai. Lalu
si pembawa acara mengucapkan kata ‘Kampai’ yang diikuti oleh para tamu
undangan. Karena nggak pernah hadiri acara beginian, akunya plonga-plongo nggak
ngeh tentang kata Kampai itu dan diam saja. Nggak lama kemudian, suami baru
menjelaskan dan saya cuma bisa ber-ooo ria ^_^
Setelah itu, barulah prosesi berdoa
untuk kedua mempelai dimulai yang dipimpin oleh seorang gereja. Ini yang
membuat saya kagum. Saya Muslim dan setahu saya prosesi mendoakan mempelai
dilakukan ketika akad nikah saja. Sedangkan resepsi hanya berisi ramah tamah
dengan tamu undangan sebagai bentuk rasa syukur. *Semoga ada yang memberikan
komentar bahwa ada resepsi yang juga menggeret prosesi berdoa di dalamnya*.
Suasana setelah mendoakan mempelai yang dipimpin pendeta :) |
Setelahnya, pengantin menuangkan anggur
Cina *lupa namanya, bahasa Cina soalnya* ke dalam sebuah tulisan Cina yang
terbuat dari kaca *tulisannya saya nggak ngerti artinya, helpmi*. Prosesi ini
dilakukan supaya pengantin bisa mengarungi kehidupan rumah tangga dengan baik,
selalu menghormati leluhur dan selalu ingat Tuhan.
Dilanjutkan potong kue *yang raksasa
sekali ukurannya* dengan menggunakan samurai, dan tiap meja diberi satu
potongan kue yang sudah dikemas dalam kardus ukurannya kira-kira 3x6cm. Kami
semeja hanya saling pandang karena awalnya kita nggak ngerti apaan itu dalam
kardus kecil. Barulah kami paham setelah teman kantor suami yang keturunan Cina
campuran menyampaikan bahwa itu adalah potongan kue yang dibagikan ke tamu
undangan. Karena ukurannya yang kecil sekali, kami jadi salah tingkah sendiri
mau diapakan tuh roti. Walhasil, roti super mini itu mendarat dengan manis di tangan
anak rekan kerja suami. Kwkwkw..
Setelah kekagetan kami atas roti mini,
ada yang namanya prosesi rebutan kue antara pengantin perempuan dan pengantin
laki-laki. Prosesi ini dilakukan supaya suami diharapkan mampu mengatur istri
kelak dalam berumah tangga. Kue kecil ditaruh di mulut pengantin perempuan,
lalu sambil menunggu aba-aba, pengantin laki-laki merebut kue tersebut sebelum
kue itu ditelan oleh pengantin perempuan. Hihihii, kesannya si pengantin
laki-laki bernafsu sekali mau cium pengantin perempuan.
Dan prosesi terakhir adalah keluarga
besar memberikan ucapan selamat kepada kedua mempelai sambil memberikan hadiah
sebagai ucapan selamat *lagi-lagi saya lupa namanya*.
Huft... panjang juga tulisan saya kali
ini *menggos-menggos mengetiknya*. Intinya adalah, dari mana pun asal kita,
seberapa beda pun budaya bahkan agama kita, baiknya kita menghormati budaya
bangsa lain. Karena di dalamnya ternyata memiliki banyak makna dan sungguh
sangat menarik untuk dinikmati. Buktinya, saya sampai bisa menulis sepanjang
ini ^_^
waktu saya menikah diresepsi saya juga ada kok pembacaan doanya mba :D
BalasHapus@miza. kalau pernikahan saya dulu, hanya ketika akad saja. makanya, saya sedikit surpise ketika ada doa saat resepsi. hmm, semakin sakral yah :)
Hapusternyata @miza itu Rahmi? walah rahmi, aku baru ngeh setelah liat foto pernikahanmu :D
Hapus