Tak perlu waktu lama, Rino akhirnya sampai di rumah bergaya Jawa kuno yang cukup besar. Halamannya luas dengan beberapa pohon beringin. Tampaknya rumah ini adalah rumah turun-temurun.
Tok. Tok! Rino mengetuk pintu.
Tak lama pintu dibuka. Rino terkejut melihat sosok yang berada dihadapannya.
Meskipun yang berada di depannya adalah si pemilik rumah, Kisha, namun Rino tetap tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya. Jantungnya terlalu berdetak kencang karena ada tujuan yang tak biasa kali ini.
"Rino? Bukannya Chintya tidak ada jadwal latihan piano hari ini?"
Rino terdiam sekitar beberapa detik, sebelum akhirnya Kisha mempersilahkannya masuk. Rino duduk di bagian sofa yang biasa dia duduki setiap Rabu dan Jumat untuk menunggu Chintya keluar dari kamarnya.
"Ng, anu Kisha, aku.."
Kisha memincingkan matanya, mencoba mendengarkan kalimat yang belum keluar dari mulut Rino.
"Aku.. Aku ingin.."
Rino belum menyelesaikan kalimatnya saat Chintya datang menghampiri dia dan ibunya. Ditangannya ada segelas sirup choco pandan.
"Pak Rino ada apa pagi-pagi sudah di sini? Apa jadwal latihanku dimajukan jadi hari ini?"
Rino tidak menjawab, hanya tatapannya berganti arah dari Chintya ke ibunya. Kisha melihat ada gelagat aneh dari gestur Rino saat dia melihat Chintya tiba-tiba menghampiri mereka. Tidak seperti Rino yang biasanya lebih santai saat menghadapi seseorang.
"Chintya, masuk kamar dulu. Ibu mau bicara sama pak Rino."
Sebenarnya Chintya ingin ikut mendengarkan perbincangan ibunya dengan guru pianonya itu. Tapi melihat tatapan ibunya yang tajam, dia memilih meninggalkan mereka.
Setelah yakin Chintya tidak ada, Kisha melanjutkan perbincangannya yang terpotong tadi. "Ada apa? Sepertinya ada yang mau kamu sampaikan."
"Kisha, aku ingin Chintya."
Kisha tersontak. "Tapi kita sudah bicarakan ini bertahun-tahun yang lalu, Rino."
"Tapi aku sangat inginkan dia, Kisha. Sungguh." Kali ini wajah Rino memelas. Wibawanya sebagai pria dia simpan supaya Kisha mau mengabulkan keinginannya.
Wajah Kisha sekarang terlihat marah. "Tidak Rino! Aku tidak sanggup kehilangan Chintya. Tidak!"
"Tapi aku pun juga bagian dari dirinya, Kisha. Sadarilah itu!"
"Iya, aku sadar itu! Tapi aku tidak mau kehilangan anakku satu-satunya!"
Nafas Kisha terburu-buru, berkejaran dengan nada suaranya yang tinggi. "Kita sudah sepakat kalau kamu tidak akan mengambil Chintya dariku, Rino! Kita juga sudah sepakat bahwa itu adalah kesalahan masa lalu yang harus kita lupakan!"
Rino terdiam sejenak, mengambil nafas dalam.
"Tapi dia adalah anakku, Kisha. Anak kita." Ucap Rino dengan nada yang dia rendahkan. Kakinya melangkah mendekati Kisha, memegang wajahnya dengan lembut.
"Kita tak mungkin terus merahasiakan ini, Sayang."
***
Tangan Chintya gemetar hebat, membuat sirup yang ada di dalam gelas tumpah ke lantai.
Dia terduduk lemas di depan kamarnya. Mencoba menerima rahasia baru bahwa bapak kandungnya bukanlah yang sekarang sedang berlayar mengelilingi Eropa. Namun Rino.
***
Tok. Tok! Rino mengetuk pintu.
Tak lama pintu dibuka. Rino terkejut melihat sosok yang berada dihadapannya.
Meskipun yang berada di depannya adalah si pemilik rumah, Kisha, namun Rino tetap tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya. Jantungnya terlalu berdetak kencang karena ada tujuan yang tak biasa kali ini.
"Rino? Bukannya Chintya tidak ada jadwal latihan piano hari ini?"
Rino terdiam sekitar beberapa detik, sebelum akhirnya Kisha mempersilahkannya masuk. Rino duduk di bagian sofa yang biasa dia duduki setiap Rabu dan Jumat untuk menunggu Chintya keluar dari kamarnya.
"Ng, anu Kisha, aku.."
Kisha memincingkan matanya, mencoba mendengarkan kalimat yang belum keluar dari mulut Rino.
"Aku.. Aku ingin.."
Rino belum menyelesaikan kalimatnya saat Chintya datang menghampiri dia dan ibunya. Ditangannya ada segelas sirup choco pandan.
"Pak Rino ada apa pagi-pagi sudah di sini? Apa jadwal latihanku dimajukan jadi hari ini?"
Rino tidak menjawab, hanya tatapannya berganti arah dari Chintya ke ibunya. Kisha melihat ada gelagat aneh dari gestur Rino saat dia melihat Chintya tiba-tiba menghampiri mereka. Tidak seperti Rino yang biasanya lebih santai saat menghadapi seseorang.
"Chintya, masuk kamar dulu. Ibu mau bicara sama pak Rino."
Sebenarnya Chintya ingin ikut mendengarkan perbincangan ibunya dengan guru pianonya itu. Tapi melihat tatapan ibunya yang tajam, dia memilih meninggalkan mereka.
Setelah yakin Chintya tidak ada, Kisha melanjutkan perbincangannya yang terpotong tadi. "Ada apa? Sepertinya ada yang mau kamu sampaikan."
"Kisha, aku ingin Chintya."
Kisha tersontak. "Tapi kita sudah bicarakan ini bertahun-tahun yang lalu, Rino."
"Tapi aku sangat inginkan dia, Kisha. Sungguh." Kali ini wajah Rino memelas. Wibawanya sebagai pria dia simpan supaya Kisha mau mengabulkan keinginannya.
Wajah Kisha sekarang terlihat marah. "Tidak Rino! Aku tidak sanggup kehilangan Chintya. Tidak!"
"Tapi aku pun juga bagian dari dirinya, Kisha. Sadarilah itu!"
"Iya, aku sadar itu! Tapi aku tidak mau kehilangan anakku satu-satunya!"
Nafas Kisha terburu-buru, berkejaran dengan nada suaranya yang tinggi. "Kita sudah sepakat kalau kamu tidak akan mengambil Chintya dariku, Rino! Kita juga sudah sepakat bahwa itu adalah kesalahan masa lalu yang harus kita lupakan!"
Rino terdiam sejenak, mengambil nafas dalam.
"Tapi dia adalah anakku, Kisha. Anak kita." Ucap Rino dengan nada yang dia rendahkan. Kakinya melangkah mendekati Kisha, memegang wajahnya dengan lembut.
"Kita tak mungkin terus merahasiakan ini, Sayang."
***
Tangan Chintya gemetar hebat, membuat sirup yang ada di dalam gelas tumpah ke lantai.
Dia terduduk lemas di depan kamarnya. Mencoba menerima rahasia baru bahwa bapak kandungnya bukanlah yang sekarang sedang berlayar mengelilingi Eropa. Namun Rino.
***
Maaf, Mak. Sepertinya ada yg mengganjal ya. Kenapa Rino terkejut yang buka pintunya si Kisha, padahal ia udah tahu Kisha adalah pemilik rumah itu?
BalasHapusTerus, si Cintya kok langsung beranggapan bahwa Rino itu mantan kekasih ibunya? Siapa tahu aja ibunya itu dulu cerai sama Rino, lalu menikah lagi tapi Cintya ga pernah diceritain ttg bapak kandungnya yg dulu.
Makasih :)
Mak... Rino kan terkejut melihat sosok yang ada di hadapannya, tapi dari percakapannya kok, seolah2 Rino tdk terkejut. Maaf ya.... utk masukan saja.BTW I like the story.
BalasHapusmbak @istiadzah dan mbak @santi,
BalasHapusawalnya mau publish ini cerita, akunya sendiri nggak yakin kok sama ceritanya. ada yang mengganjal. dan ternyata malah kalian berdua yang menemukan. hihihi, aku ganti ajah kali yah kalimatnya. ntar ceki-ceki, dah oke sip nggak bacanya :)
sip, mak :) (y)
BalasHapusaku masih boleh ikutan ga sih? sampe jam 12 malem WIB kan? aku lagi bikin ini, semoga keburu :)
boleeehhh mak, sampai ntar malem ye..
BalasHapusudah 20 orang tuh yang ikut :)