"Dia temannya pak Jaya, Nak," ucap bapak meyakinkanku. "dan kita tak perlu lagi mengeluarkan uang apa-apa lagi untuk administrasi. Sudah bapak bayarkan lunas ke dia."
Aku tetap tak yakin. Tapi melihat bapak sudah meyakinkanku sebegitunya, kucoba singkirkan sejenak ketidakyakinanku dan berdamai dengan realita bahwa orang sangar ini bisa membantuku memperoleh SIM tanpa tes.
"Baiklah, bapak kembali ke kantor dulu." ujar bapak sambil mencium keningku kemudian mendekati orang itu. Mereka berdua bersalaman kemudian bapak pergi dan orang itu mendekatiku.
"Saya Adi."
***
"Oke, saya tinggal ya," Pak Adi pamit setelah menyerahkan berkasku di bagian pengembalian formulir. "Mungkin setengah jam lagi kamu dipanggil untuk cap sidik jari."
Aku tersenyum membayangkan sebentar lagi SIM sudah ada di dalam dompet. Bahkan saking senangnya, pak Adi sudah tak ada lagi di depanku pun tak kucari.
Satu jam berlalu dengan lama, bahkan sudah hampir mendekati dua jam. Aku mulai bersungut-sungut jengkel, apalagi lapar sudah mencolek perutku. Kuputuskan saja meninggalkan sebentar lokasi pembuatan SIM untuk mencari makanan. Saat akan beranjak, aku mendengar namaku dipanggil melalui speaker.
"Mayang Aristya!"
Aku langsung berlari menuju ruang penerimaan SIM yang sudah jadi. "Saya Mayang Aristya!" teriakku sambil terengah-engah.
Petugas di depanku tersenyum. "Seratus ribu rupiah," ucapnya sambil menyerahkan sebuah nota pembayaran. Aku mengernyitkan dahi tak mengerti.
"Ini biaya pembuatan SIM-nya, Mbak."
"Lho, bukannya tadi sudah dibayar?" tanyaku heran, juga khawatir karena aku hanya punya delapan puluh ribu di dompetku.
"Dibayar siapa? Kami menerima biaya pembuatan setelah SIM jadi."
"Lho? Punya saya sudah dibayar sama bapak-bapak yang badannya besar tadi."
Si petugas mencoba mengingat-ingat. Kemudian dia tersenyum ingat sesuatu. "Oh, bapak itu. Dia hanya menyerahkan berkas saja. Tak menyerahkan biaya pembuatan."
Aku tetap tak yakin. Tapi melihat bapak sudah meyakinkanku sebegitunya, kucoba singkirkan sejenak ketidakyakinanku dan berdamai dengan realita bahwa orang sangar ini bisa membantuku memperoleh SIM tanpa tes.
"Baiklah, bapak kembali ke kantor dulu." ujar bapak sambil mencium keningku kemudian mendekati orang itu. Mereka berdua bersalaman kemudian bapak pergi dan orang itu mendekatiku.
"Saya Adi."
***
"Oke, saya tinggal ya," Pak Adi pamit setelah menyerahkan berkasku di bagian pengembalian formulir. "Mungkin setengah jam lagi kamu dipanggil untuk cap sidik jari."
Aku tersenyum membayangkan sebentar lagi SIM sudah ada di dalam dompet. Bahkan saking senangnya, pak Adi sudah tak ada lagi di depanku pun tak kucari.
Satu jam berlalu dengan lama, bahkan sudah hampir mendekati dua jam. Aku mulai bersungut-sungut jengkel, apalagi lapar sudah mencolek perutku. Kuputuskan saja meninggalkan sebentar lokasi pembuatan SIM untuk mencari makanan. Saat akan beranjak, aku mendengar namaku dipanggil melalui speaker.
"Mayang Aristya!"
Aku langsung berlari menuju ruang penerimaan SIM yang sudah jadi. "Saya Mayang Aristya!" teriakku sambil terengah-engah.
Petugas di depanku tersenyum. "Seratus ribu rupiah," ucapnya sambil menyerahkan sebuah nota pembayaran. Aku mengernyitkan dahi tak mengerti.
"Ini biaya pembuatan SIM-nya, Mbak."
"Lho, bukannya tadi sudah dibayar?" tanyaku heran, juga khawatir karena aku hanya punya delapan puluh ribu di dompetku.
"Dibayar siapa? Kami menerima biaya pembuatan setelah SIM jadi."
"Lho? Punya saya sudah dibayar sama bapak-bapak yang badannya besar tadi."
Si petugas mencoba mengingat-ingat. Kemudian dia tersenyum ingat sesuatu. "Oh, bapak itu. Dia hanya menyerahkan berkas saja. Tak menyerahkan biaya pembuatan."
Whuaaa kena tipu dehhh hiks timpukin rame2 yuks
BalasHapusMAkasih ya Mak sudah berpartisipasi :-*
gemes ya kalo insting udah bicara, eh ketipu juga
BalasHapushihihiii kira2 gimana kelanjutannya yaa
BalasHapus@mak hana. sama-sama mak.. ikutan GA jadi menggali ide juga lho.. :)
BalasHapus@Adisanita. kadang orang kurang percaya sama insting sendiri. takut salah kali ya... :)
@nova. hihihi.. semoga kita nggak kaya gitu deh :)
@gianti. kudu bayar lagi yang jelas *kasihan*
lhah bapak bapak itu posisinya apa ya?
BalasHapus