Kuletakkan draft novel -tentang pertempuran yang dipimpin kapten Bhirawa- milik seorang teman akrabku. Cerita dengan plot yang rapi tapi tidak kuat dalam karakter. Itu bisa menjadi catatan tersendiri -tentunya selain catatan-catatan lainnya- yang siap aku tulis untuk pertimbangan perbaikan novelnya. Saat akan menulis, aku mendengar namaku dipanggil. Ternyata Didik. Dia memintaku untuk menggantikan tugasnya mengantar surat esok hari karena istrinya ingin diantar ke dokter. Aku ingin menolak sebenarnya, mengingat sudah seminggu ini terus-menerus mengantar surat dan besok aku punya kesempatan untuk istirahat. Tapi aku kasihan pada istri Didik. Hamil tua. "Oke," jawabku singkat sambil meneruskan menulis catatan di draft novel.
***
Ternyata banyak juga surat-surat yang harus aku kirim untuk menggantukan tugas Didik. Kuperhatikan alamat-alamat yang tercantum di amplop-amplop surat. Aku harus mencari jalan tikus untuk memudahkanku terutama saat melintasi ruas-ruas jalan rawan macet di Surabaya. Pencarian jalan tikus terhenti, saat aku mengamati sebuah surat dengan sebuah alamat, aku terdiam.
Ah, alamat yang sama lagi untuk minggu keenam. Jalan Parkit V no. 12. Dengan nama pengirim dan penerima yang sama. Dengan warna amplop yang juga sama tiap minggunya, biru laut. Kuhembuskan nafas pelan, lalu kumasukkan surat itu bersama surat-surat yang lain ke dalam tas. Kemudian aku sedikit berlari menuju parkir untuk segera menjalankan tugas.
***
Kuletakkan surat beramplop biru muda itu di bawah lubang pintu rumahku yang beralamatkan jalan Parkit V no. 12. Dari Ridwan. Surat cinta yang selalu terkirim untuk kakakku, Prita, yang tak pernah dia balas. Karena dia sudah meninggal, dua bulan yang lalu karena tertabrak truk saat akan menemui Ridwan di ITC.
***
Ternyata banyak juga surat-surat yang harus aku kirim untuk menggantukan tugas Didik. Kuperhatikan alamat-alamat yang tercantum di amplop-amplop surat. Aku harus mencari jalan tikus untuk memudahkanku terutama saat melintasi ruas-ruas jalan rawan macet di Surabaya. Pencarian jalan tikus terhenti, saat aku mengamati sebuah surat dengan sebuah alamat, aku terdiam.
Ah, alamat yang sama lagi untuk minggu keenam. Jalan Parkit V no. 12. Dengan nama pengirim dan penerima yang sama. Dengan warna amplop yang juga sama tiap minggunya, biru laut. Kuhembuskan nafas pelan, lalu kumasukkan surat itu bersama surat-surat yang lain ke dalam tas. Kemudian aku sedikit berlari menuju parkir untuk segera menjalankan tugas.
***
Kuletakkan surat beramplop biru muda itu di bawah lubang pintu rumahku yang beralamatkan jalan Parkit V no. 12. Dari Ridwan. Surat cinta yang selalu terkirim untuk kakakku, Prita, yang tak pernah dia balas. Karena dia sudah meninggal, dua bulan yang lalu karena tertabrak truk saat akan menemui Ridwan di ITC.
***
Jleb!
BalasHapusKereeeen Mbaak. sarapan pagi yang nyus. :)
@Shabrinaws_
gak terduga endingnya, apalagi ternyata kapten bhirawa bukan jd pemeran di crt ini.
BalasHapuscuma sy jd mikir, emang gak ada yg mengabari Ridwan kl Prita udh meninggal, ya? Atau mungkin Ridwan udah tau tp jd agak stress? Hehe
sad
BalasHapusKasian ya si Ridwan *puk-puk Ridwan deh....
BalasHapusMenu bacaan pagi yang sungguh makjleb.. :D
BalasHapusBales aj suratnya Ridwan, kasih tau di Prita udah meninggal *bikin cerita lanjutan* hehehe
BalasHapusIiiih pingin bisa buat yg kayak gini..
BalasHapusSukses buat kontesnya ya mbak :)
@mbak sabrina. aih, aku dipuji sama mbak sabrina.. *jejingkrakan nggak jelas*
BalasHapus@pakdhe cholik. sami-sami pakdhe :D
@mbak myra. hehehe, saya sendiri nggak ngerti gimana cerita awalnya. yang penting penggalan cerita ini dulu yang saya tawarkan :)
@jiah. maaf :(
BalasHapusaku nggak bisa bikin happy ending :(
@mbak matris. *ikutan pukpuk ridwan*
@ayu. makjlebnya asal jangan pakai pisau. ntar serem :)
mbak orin. hihihi, mbak ajah yang bikin lanjutannya. aku susah mikir ini :D
BalasHapuscumakata-kata. ayo belajar. ada banyak fasilitas neh. Berani Cerita, Monday Flash Fiction :)
sad ending ...
BalasHapusKasihan Ridwan suratnya tidak ada yg membaca
BalasHapus@wong cilik. hihihi, saya belum ahli bikin happy ending :)
BalasHapus@santi dewi. bisa jadi malah dibaca sama si 'aku'? *nyengir*
yaaah...koq ga dikirim balik...kayak surat tagihan dari bank (*pindah alamat - salah alamat - meninggal dunia)...hehe...terlalu rasional yaah saya...
BalasHapusBoleh saya baca surat-surat Ridwan mbak.. sayang kan enggak ada yang baca
BalasHapus@nova. *kasih tissue*
BalasHapusmakasih doanya :)
@mbak astin. hihihi.. asal bukan si ridwan yang keselek :D
@hani. hm, soalnya saya belum tau endingnya gimana. jadi belum nentukan juga akhirnya :D
@LA. boleh.. silahkan datang di alamat di atas ya :)
weleh weleeehh...sini surat Ridwan kukoleksi aja mba xixixii...
BalasHapussemoga sukses ngontesnya ya
@Rusydi. maksudnya? si tokoh ini bukan penulis lho.. baca ulang ya :)
BalasHapus@mbak uniek. jangaaannn.. dah disimpen di kotak khusus sama si 'aku' :)
Ridwan nya tahu ngga Prita udah meninggal?
BalasHapus@mama obito. sepertinya seh tidak tahu :)
BalasHapus