Lough tertangkap. 10 km dari rumahnya.
10 km? Seingatku, aku sudah menyuruh timku menyusuri lokasi sampai sejauh itu. Di mana dia sembunyi selama ini?
***
Terulang kembali dalam ingatanku saat melihat jasad dua orang wanita -satu sudah mulai tua, yang satunya lagi berumur kira-kira tiga puluh tahun- dan seorang laki-laki berusia kira-kira akhir tiga puluhan tahun, terbakar di sebuah rumah di tengah kota Westfinn. Ketiga korban ini diikat di tiang ring basket di belakang rumah, kemudian di bakar hidup-hidup. Bukan dengan bensin, namun dengan koktail.
Setelah dua hari berlalu, kecurigaan bahwa anak terakhir dalam keluarga inilah yang bertanggung jawab dalam kasus ini, meskipun kami belum menemukan bukti dan motif yang kuat.
***
Kudapati seorang laki-laki kurus dan tinggi di hadapanku. Tak banyak otot melekat di tulangnya. Wajahnya kalem, tak menunjukkan sedikitpun postur seorang pembunuh.
"Lough, kami menemukan sebuah cerukan di bawah batu besar, 10 km dari rumahmu. Dugaan kami, selama ini kamu sembunyi di sana. Banyak bungkus burger dan snack." Aku membuka pembicaraan setelah semenit yang lalu kuputuskan untuk bertanya langsung pada Lough ketimbang aku harus mendengarkan investigasi Carla di balik kaca.
Kulihat Lough tersenyum tipis tanpa memandang wajahku. "Cerukan itu adalah tempat favoritku, Detektif," dia berhenti sejenak. Kemudian memandang wajahku sambil mengangkat bahunya. "saat aku malas kembali ke rumah sepulang sekolah, dulu."
Kuingat kembali, 500 meter dari cerukan itu memang terdapat sebuah sekolah tingkat menengah.
"Mengapa koktail?"
Kuperhatikan kembali Lough tersenyum kemudian menatap langit-langit dengan tatapan kosong. "Ibuku suka membuat koktail, bahkan hampir setiap hari. Kemudian mengajak teman-temannya berkumpul di rumah."
"Butuh banyak minuman beralkohol untuk sering membuat kolktail, Lough."
"Anda pasti sudah menemukan gudang minuman keras di lantai bawah tanah rumah kami kan, Detektif?" Dia bertanya. Aku diam. Menunggu jawaban yang lebih masuk akal.
"Ibuku seorang penggila koktail. Sejak kematian ayahku." Lough mencoba mengingat-ingat sejak kapan ibunya suka mabuk-mabukan. "Dia bisa berubah menjadi gila hanya dengan segelas koktail, berbeda dengan saat dia bertugas sebagai perawat di rumah sakit."
Lough diam sejenak, namun tangannya mengepal. Urat di keningnya mulai nampak. Matanya mulai mendelik. "Dan saat dia mabuk, dia akan mengambil batang sapu dan memukuliku kencang!"
"Memukulmu?" tanyaku dengan sebuah pertanyaan pancingan.
"Setiap hari, Detektif. Memar pukul hari ini belum sembuh, sudah bertambah lagi dengan memar baru!" Lough berkata dengan sedikit teriak.
"Sejak kapan?"
"Dua hari setelah aku lahir, ayahku meninggal. Kecelakaan kerja." Nada bicara Lough mulai menurun. "nampaknya ibuku tak sanggup dengan hutang judi ayahku. Dan anak terakhir selalu menjadi pelampiasan bukan?"
Kuangkat bahuku sedikit, kemudian kembali menatap Lough. "Dia ibumu, Lough."
Lough tersenyum lebar, namun tatapannya kosong. Seolah menyayangkan sesuatu. "Aku sangat mencintai ibuku, Detektif. Aku butuh cintanya seperti dia menyayangi pasien-pasiennya," ucap Lough. Dia menarik nafas sebentar sebelum melanjutksn ceritanya sambil menutup mata. "pengharapanku padanya sungguh besar, bahkan sampai sebelum dia mati."
Mata Lough tak terbuka saat dia menyampaikan kalimat terakhirnya. "Kematiannya memberiku kelegaan karena cintanya tak dia bagi lagi untuk Sandra dan James. Hanya untukku," ucapnya sambil menyebut nama-nama saudaranya yang dia bakar bersama ibunya.
____
pas 500 kata!! hore!!!
horeeee...ceritanya bagus. Nuansa 'bule'nya lumayan terasa. Cuma......*hening*....seumuran anak SMP aja udah maen bunuh-bunuhan ih... :(
BalasHapus@mas riga. ayo dibaca lagi. ada kata 'dulu' dibelakang kalimat 'saat aku malas kembali ke rumah sepulang sekolah'.
BalasHapusPenjahat bule sepertinya punya alasan kuat untuk membunuh dan selalu ada seninya ya?
BalasHapus*sok tahu*
Ini ceritanya keren, kakak.. :)
Sudah membaikkah kondisi tangannya?
Unik ceritanya ini Miss :D
BalasHapusAsem << ini pujian
BalasHapus@mbak rini. hihihihi.. kebanyakan nonton CSI, kakak... :D
BalasHapusalhamdulillah, dah baikan kok :)
@rini uzegan. makasiiiiii... :)
@mbak mel. kebanyakan asem :))
ini keren! :)
BalasHapusBunuh2an... yang kereenn..
BalasHapusKalau aku bacanya kok merinding ....hihi . keren ceritanya...:D
BalasHapusidenya keren, maaak.
BalasHapustapi, sayang, eksekusinya masih ada yg bolong nampaknya. ini pake pov 1 kan ya, dari sudut pandang si detektif? aku baca kalimat ini entah di paragraf ke berapa:
Lough mencoba mengingat-ingat sejak kapan ibunya suka mabuk-mabukan.
Aku pikir, kalo pake pov 3 ini cocok kalimatnya seperti ini. tp kan pake sudut pandang "aku", dr mana "aku" tahu kalo si Lough sedang mencoba mengingat2 sejenak?
terus, agak aneh ketika si Lough menjawab pertanyaan detektifnya yg "sejak kapan?". di jawabannya Lough itu seakan2 dia hapal benar kejadiannya, padahal itu dua hari sejak kelahiranya. aneh, buatku.
makasih ^_^
saya suka ceritanya miss :D
BalasHapusIni keren. Suka banget sama detektif-detektifannya. :)
BalasHapusKeren ini. Bener2 kaya baca novel terjemahan
BalasHapusKeren ey! Berasa engaged sama ceritanya.
BalasHapusgaya ih.. keren :)
BalasHapusIya bener, ini FF rasa novel terjemahan. Bagus idenya ^_^
BalasHapussettingnya dapet :D
BalasHapuskeren Ri ;)
BalasHapusmain detektif-detektifan yah mba.. inget CSI sama criminal minds :D
BalasHapus:)
BalasHapussumpah keren bgt ceritanya, mba...
BalasHapus