Tulisan ini, khusus saya persembahkan untuk mengenang almarhum Imtihani. Seorang teman yang baik hati dan selalu menghumorkan kisah-kisah hidupnya yang tidak mudah.
.
.
Beberapa saat yang lalu, saya menamatkan 4 episode salah satu drama korea berjudul Find Me In Your Memory. Sekarang saya tidak ingin mengulas tentang drama ini, hanya ingin menceritakan satu dialog pemeran pemeran utama laki-lakinya.
Waktu hanya berjalan maju, dan kalian tidak bisa mengulangnya. Tapi masa lalu bisa diulang, yaitu melalui ingatan.
Ingatan akan menyimpan kenangan dan tragedi. Konon, kisah masa lalu yang menyenangkan, dinamakan kenangan. Sedangkan kisah masa lalu yang menyedihkan dan tidak mau diingat, kita sebut tragedi.
Seberapa banyak dari kita menyimpan kenangan dan tragedi?
Saya bahkan bersyukur, ada beberapa kenangan dan tragedi yang saya lupa detail-detailnya. Bukan saya melupakan, tapi kapasitas otak saya yang memaksa saya untuk melupakan. Ah ... Atau memang saya sengaja tidak ingin mengingat-ingat detailnya?
Saya memang tidak seperti tokoh utama dalam drama Find Me In Your Memory yang memiliki hyperthymesia syndrome, yang tidak pernah bisa melupakan semua detail kejadian yang ada diingatannya. Tapi, saya selalu ingat potongan-potongan cerita dan kejadian di masa lalu. Beberapa saya simpan di otak, beberapa saya simpan di tulisan.
.
.
Termasuk kenangan bersama Imtihani. Saya panggil dia, Hani.
Kami dekat karena kami diterima di tempat kerja yang sekarang di tahun yang sama. Status dia sebagai CPNS yang berdomisili di Malang, sedangkan saya masih sebagai GTT. Kami dekat karena kami memiliki banyak cerita tentang kota Malang. Bermula dari cerita tentang dunia kampus, pergaulan di Malang yang menyenangkan, sampai kehidupan di Gresik yang ya begitulah adanya.
Tidak hanya bercerita remeh-temeh khas girl talking, semakin lama saya jadi tahu bagaimana kisah keluarganya, cerita penyakitnya, cerita cintanya, passion-nya, dan apa saja bucket list-nya.
Kalau kalian mengira kami adalah sahabat, tidak. Kami tidak sedekat itu. Dia memiliki seorang sahabat yang mendukung dia tanpa henti, dan saya tidak mau mengganti posisi sahabatnya. Dan Hani memahami itu.
Tapi kenapa Hani menjadi istimewa? Meskipun dia sudah memiliki circle pertemanan lain yang saya tidak masuk didalamnya, ternyata banyak dialog-dialog yang masih kami lakukan sampai sebelum dia meninggal. Sekadar say hallo atau bahkan sedikit lebih berat dari say hallo. Kadang saya ingatkan kembali beberapa dialog kami, dia lupa. Kata dia, “Maklum Ri, otakku sudah kena obat. Aku sekarang pikun.”
Dan kami tertawa. Semudah itu dia menghumorkan kondisi sakitnya.
Saking banyaknya dialog dan kejadian antara kami, tanpa sadar saya simpan di ‘buku harian’ tersendiri, yang sekarang saya buka dan saya baca ulang.
Seperti cerita ini.
Pernah Hani akan pulang ke Malang, naik motor sendirian. Kebetulan, saya juga akan ke Malang untuk mengurus beberapa berkas kuliah yang saya pakai untuk keperluan pekerjaan. Dia tanya,”Mau naik motor sama aku? Tapi, bakal lama di jalan. Berangkat pagi, sampai Malang bisa sore. Banyak berhentinya.”
Awalnya saya ragu. Lebih cepat sampai, lebih baik. Tapi sekarang saya bersyukur karena saat itu saya meng-iyakan ajakan dia. Slide-slide ingatan saat kami di jalan sambil menertawakan banyak hal, ternyata menjadi hal yang istimewa sekarang.
Atau cerita ini.
Ketika dia main ke rumah saya hanya untuk mengambil televisi yang dikirim oleh kakak perempuannya dari Malang. Dia bilang ke almarhum Bapak saya ketika itu, “Pak, maaf nggih. Mungkin saya akan sering-sering kesini ambil titipan barang.”
Bapak saya tertawa, ibu saya tertawa, dan kami berdua tertawa paling keras. Saya bersyukur Bapak Ibu mengijinkan perkara titip kiriman ini. Keluarga kami jadi tahu bagaimana menyenangkannya Hani ini, dan bagaimana Hani selalu menitipkan banyak salam untuk almarhum Bapak dan Ibu.
Oh iya, ada cerita yang lain.
Hani selalu menggoda Arya saat balita dulu karena Arya selalu tidak pernah mau diajak salim atau dicium. Hani selalu bilang, “Tante Hani enggak suka sama Arya. Enggak pernah mau dicium, enggak pernah mau diajak salim. Tante Hani ngambek sama Arya.”
Tapi bukan Hani namanya kalau dia tidak baik hatinya. Setiap ada mainan atau makanan yang sekiranya Arya suka, selalu diberikan ke dia. Saya sering menolak, karena dititipkan ke saya. Tapi bukan Hani namanya kalau tidak berhasil melancarkan rayuan gombalnya supaya saya mau membawa titipannya.
Arya, selalu suka barang dan makanan pemberian Hani. Coklat, permen, gantungan kunci. Bahkan gantungan kunci berbentuk snack rumput laut, masih tergantung di tas sekolahnya meskipun sudah tidak tampak lagi gambarnya.
Dan saat saya menyampaikan berita bahwa Hani sudah meninggal, Arya tanya, “Tante Hani temannya Mama yang lucu dan yang suka sama aku, Ma?”
.
.
Selamat jalan, Hani. Semoga Allah menempatkanmu di sisi-Nya bersama orang-orang sholeh.
Dan biarlah ‘buku harian’ tentangmu tetap tersimpan sebagai ingatan masa lalu yang indah, yang nanti bisa saya baca sewaktu-waktu.