Gimana, gimana, sudah gatal tidak kakinya untuk jalan-jalan? Saya sudah gatal
bangetttt ingin segera liburan. Tapi masih sayang sama tubuh sendiri, jadinya menahan benar untuk tidak kemana-mana selain ke tempat kerja atau kalau ada keperluan penting yang tidak bisa ditunda.
Trus, kemarin-kemarin, saya sama suami dan anak-anak angan-angan ingin kemana setelah pandemi ini mereda. Sudah bikin
list juga. Hitung-hitung sambil nabung ya, biar tidak dadakan ambil uang di bank dalam jumlah besar hanya untuk ‘liburan balas dendam’.
Saya pribadi, inginnya cari destinasi wisata baru. Tapi kalau suami sama anak-anak, malah ingin balik lagi ke destinasi wisata yang sudah pernah kami kunjungi. Setelah dipikir-pikir, tidak ada salahnya juga sih kalau kembali ke lokasi wisata yang pernah kami kunjungi. Kan suasananya juga pasti sudah berbeda.
Staycation di Baobab Hotel and Resort
Entah kenapa, anak-anak ini tidak ada bosannya ke sini. Karena memang semenarik itu. Mulai dari melihat hewan-hewan secara langsung di dalam area hotel, berenang dengan berlatar belakang kandang jerapah dan gajah, memberi makan hewan secara langsung, atraksi di malam hari, sampai jalan-jalan di alam liar bersama pengunjung lain.
Keseruan di Baobab Hotel and Resort ini, sudah pernah saya ulas di tulisan ini. Klik saja, untuk tahu serunya bagaimana untuk anak-anak.
|
Pemandangan ini, ada di dalam hotel lho!
|
Kok anak-anak, saya saja mengakui kalau memang
staycation di sini benar-benar bikin baterai energi kembali penuh.
Suasananya berbeda dengan hotel lain, udaranya bersih dan nyesss gitu di kulit, keramahan pegawai-pegawainya terasa sekali dan makanannya enak-enak wkwkw. Jadi ya, tidak heran sih kalau Baobab Hotel and Resort ini masuk nomer satu destinasi wisata yang ingin kami kunjungi ulang.
Menanti Pemandangan 'Negeri di Atas Awan' di Gunung Bromo
Berapa kali ya saya ke gunung Bromo? Tiga kali. Dan masih ingin ke sana lagi. Hahaha.
Yang pertama, saat saya kuliah dengan teman-teman. Berangkat tengah malam, sampai lokasi pemberhentian kendaraan jam 2 dini hari, lalu jalan kaki menuju kawah Bromo. Sempat kesasar karena beberapa dari kami sok tahu dan tidak ikuti petunjuk. Mana gelap lagi. Hahaha ... Untungnya, ada beberapa warga yang pulang dari Pura Luhur Poten dengan baik hati memberi tahu jalan yang benar. Setelah sampai di bawah tangga menuju kawah, kami hanya saling memaki dan tertawa sambil bilang, “Lha, ini kan jalan tadi? Kenapa kita muter-muter sih? Harusnya udah berhenti saja, udah sampai!!”
Untungnya,
kami masih bisa menikmati ‘Negeri di Atas Awan’ saat berada di tepi kawah Bromo. Saya masih menyimpan betul gambar langit penuh awan putih di otak. T
iap scene yang menggambarkan awan yang awalnya tertimpa warna oranye matahari yang terbit, kemudian memudar menjadi warna biru muda. Sayangnya, tidak saya ambil fotonya, karena saya tidak bawa kamera.
Lalu ke gunung Bromo lagi, dengan keluarga. Saat itu, almarhum Bapak ada jatah liburan bareng dengan rekan-rekan kerja.
Karena yang diajak Bapak dan Ibu masih bujangan semua, kami diajak melewati track yang agak sulit untuk menuju lautan pasir. Bukan track yang biasa dilewati hardtop. Tapi MasyaAllah, bagus sekali pemandangannya meskipun track-nya agak sulit. Tunggu, saya bongkar foto lama dulu ya. Tapi jangan heran, kualitas fotonya belum bagus, karena diambil di tahun 2009 hanya dengan menggunakan kamera ponsel.
Yang terakhir ke sana, tahun 2014. Lagi-lagi ke sana bersama keluarga. Tapi kali ini, saya dan adik sudah berkeluarga. Arya sudah berusia 4 tahun, masih lucu-lucunya, tapi semangat sekali diajak jalan-jalan meskipun jalannya menanjak. Kali ini, kami sengaja tidak naik untuk melihat kawah Bromo, tapi kami
naik ke Penanjakan untuk melihat matahari terbit.
Meskipun sesak penuh orang, tapi seru juga di Penanjakan. Apalagi perkara mencari tempat untuk sholat shubuh. Merasakan sensasi antri dan gantian untuk wudlu dan sholat dengan pengunjung lain di musholla yang kecil sekali. Setelah itu, lanjut ke lautan pasir untuk foto-foto dengan latar belakang gunung Bromo. Di sini, bebas sebebas-bebasnya si Arya berlarian. Karena di sana seperti sudah ada petak-petak tak terlihat,
area mana saja yang khusus untuk jalannya hardtop, dan mana area yang khusus untuk berhentinya para pengunjung.
Puas foto-foto dan lari-lari mengejar Arya, lanjut ke bukit Teletubbies yang MasyaAllah bagus sekali. Dengan dikelilingi tebing-tebing berwarna hijau, menikmati bukit ini seolah bikin kami malas beranjak. Apalagi kami bisa menikmati pemandangan sambil selonjoran makan mie instan. Dan sepulang dari bukit Teletubbies, kami sempat foto-foto di hamparan bunga-bunga bertangkai tinggi yang ada di tengah padang pasir.
Jalan-Jalan di Wisata Klasik di Pulau Lombok
Saya pergi ke lombok di tahun 2015. Bepergian bersama teman-teman kantor, tanpa suami dan Arya. Dan saat itu sedang hamil Fatin, memasuki bulan keempat.
Memang awalnya ragu mau ikut, tapi kalau semisal saya tidak ikut, wah ... menyesal yang bakal saya dapat.
Lha gimana, uapikkk banget Lombok itu! Di mana-mana kami bertemu dengan hamparan laut. Bahkan hotel tempat kami menginap pun, sebelahan sama laut. Sarapan sambil menikmati semilir air laut, beralaskan hamparan pasir pantai.
Destinasi wisatanya juga unik-unik. Contohnya saja, berkunjung ke desa Sade yang lokasinya cocok sekali untuk wisatawan yang baru sekali menginjakkan kaki di Lombok, dan ingin tahu seluk-beluk masyarakat Lombok itu seperti apa. Di sana, saya tahu cara pembuatan kain tenun, rumah asli suku Lombok itu seperti apa, kerajinan khas Lombok itu apa saja dan makan khas Lombok itu apa. Semua sudah pernah saya ceritakan di
tulisan tentang perjalanan ke desa Sade.
Beneran, yang bikin kangen ke Lombok itu memang pantainya.
Beberapa pantai yang kami datangi, masih alami. Belum banyak wisatawan yang datang ke sana. Belum banyak pedagang makanan, juga fasilitas ibadah yang terlihat belum memadai. Tapi, semua itu tidak mengurungkan niat saya dong untuk datang ke sana lagi. Puas-puaskan main air di
pantai Lombok yang unik-unik.
Menikmati Desiran Angin Pantai
Yang lebih spesifik dong, Ri!! Pantai mana?
Semua pantai. Wkwkwkw.
Berwisata di pantai itu memang tidak membutuhkan banyak effort, tapi hasilnya luar biasa besar. Paling
banter, kita butuh
sun screen ber-SPF tinggi supaya kulit kita tidak mudah terbakar karena panas-panasan di pantai.
Hanya dengan itu saja, kita sudah bisa merasakan kaki yang seolah tenggelam di pasir yang basah setelah disapu oleh ombak, membuat istana pasir dengan selokan besar sebagai benteng pertahanan, duduk-duduk saja sambil minum es di warung-warung pinggir pantai, atau gegeloran di bawah pohon sambil makan bekal yang kita bawa dari rumah.
Kenapa pantai jadi salah satu pilihan? Karena kami butuh asupan
vitamin sea! Hahaha, bukan ding, bukan!
Karena saya dan keluarga lama ‘ngandang’, badan masih belum terbiasa berwisata dengan
effort yang besar. Seperti naik gunung atau menuju air terjun cantik di dataran yang tinggi dengan
track yang sulit, benar-benar tidak masuk agenda kami setelah wabah korona ini berlalu. Kami ingin santai-santai dulu jika kesempatan berlibur itu datang. Kalau ritme liburannya sudah balik normal, nah, naik-naik ke puncak gunung, ayo saja!
Mengulang Kembali Kenangan di Yogyakarta
Ketika banyak orang bilang Yogyakarta itu bikin kangen, iya, saya pun bilang begitu.
Lima kali ke Yogyakarta, masih saja ingin ke sana lagi. Apalagi sekarang sudah ada tol panjang yang menyambungkan Jawa Timur dan Jawa Tengah. Tinggal nyalakan mesin mobil, wushhh ... sampai di Yogyakarta dalam sekejap.
Selama datang ke sana,
saya selalu menikmati lokasi-lokasi wisata Yogyakarta yang ada di pusat kota. Juga pernah sekali tanpa sengaja melihat Festival Payung di Borobudur. Selain karena perginya bersama keluarga atau sendiri, ketika itu belum banyak lokasi wisata alam kekinian di Yogyakarta. Bahkan ketika pergi ke tempat wisata di Yogyakarta bersama suami dan anak-anak di pertengahan 2019 kemarin, kami pun tidak banyak bertandang ke lokasi-lokasi wisata yang sedang hits karena keterbatasan waktu.
Semoga, setelah wabah korona ini berlalu, proposal untuk jalan-jalan ke Yogyakarta lagi, disetujui sama suami. Dan kali ini, saya ingin coba wisata-wisata alam kekinian yang banyak tersebar di Yogyakarta.
.
Sebenarnya, selain lima destinasi wisata yang sudah saya sebutkan tadi, ada satu lagi lokasi wisata yang ingin saya ulang ke sana.
Kepulauan Seribu! Pulau Bidadari. Pulau kecil tapi mahal untuk dikunjungi, karena menawarkan kenyamanan berwisata di tengah laut. Hahaha ... Noleh ke kanan, laut. Noleh ke kiri, laut lagi. Keliling pulau tidak ada sejam, laut melulu pemandangannya. Tapi di sana nyaman banget! Kebutuhan apapun tersedia karena fasilitas yang lengkap.
.
Tapi, kemana pun akhirnya nanti, saya dan keluarga hanya berharap pandemi ini segera berlalu. Semua kembali normal seperti biasanya. Semua kembali baik-baik saja.