Banyak dari kita mencari informasi cara mengasuh anak yang beranjak remaja yang baik itu bagaimana. Tapi seperti yang kita tahu selama ini, tidak ada ilmu parenting yang pasti. Semua try and error. Setiap keluarga pasti berbeda penerapan, reaksi dan hasilnya. Karena penerapannya, pada manusia, bukan mesin. Makhluk yang memiliki emosi dan perasaan yang kompleks.
Selama bertahun-tahun menjadi guru Bimbingan dan Konseling di jenjang SMP, tentunya saya juga bersentuhan dengan remaja. Sekadar sharing saja yuk, bagaimana sih cara menghadapi remaja terutama ketika mereka memiliki masalah-masalah yang nantinya bisa mengganggu aktifitas belajarnya. Saya berbagi informasi ini, melihat dari sudut pandang sebagai guru Bimbingan dan Konseling.
Remaja, Masa Mencari Jati Diri? Apa Betul?
Masa remaja dikenal sekali dengan masa pencarian jati diri. Banyak siswa-siswa saya yang bertanya pada saya, jati diri itu apa?
Saya menjawab dengan jawaban yang mudah.
“Jati diri adalah apa saja yang ada dalam diri kalian. Karakter, pola berfikir, dan kepribadian. Yang mana ketiganya bisa digunakan untuk meningkatkan potensi yang kalian punya.”
Karena berhubungan dengan potensi, saya selalu bilang kepada siswa-siswa saya bahwa remaja bukan lagi sekadar mencari jati diri saja, tetapi mereka hendaknya mengenal jati dirinya. Tidak perlu tergesa-gesa, sehingga hasil pengenalannya murni karena mereka berusaha sebaik mungkin, bukan sekadar ikut-ikutan saja. Semakin mereka mengenal bagaimana jati dirinya, maka akan dengan mudah mereka menggali dan meningkatkan potensi yang mereka punya.
Jati Diri dan Potensi Diri
Ini kompleks. Karena untuk meningkatkan satu potensi saja, manusia harus terus berfikir positif dan lihai dalam mengendalikan emosi yang sedang mereka rasakan. Sedangkan untuk bertahan hidup, manusia diharapkan bisa memiliki beberapa potensi sebagai back up.
Sedangkan bagi remaja, hanya untuk mencari potensi mereka saja, mereka sudah merasakan kegelisahan. Karena mereka sedang mengalami perubahan fisik dan psikis secara bertahap dari masa anak-anak. Perubahan fisik dan psikis saja, sudah merupakan sebuah pemicu munculnya berbagai masalah.
Sering kali perubahan pada remaja ini terlupakan oleh kita, para orang dewasa. Banyak dari kita (para orang dewasa) yang menganggap bahwa mereka bisa melalui tahapan perubahan ini dengan mudah. Banyak dari kita yang cuek, karena kita beranggapan bahwa perubahan yang mereka alami itu, wajar-wajar saja (tidak perlu terlalu lebay menanggapinya). Padahal anggapan seperti ini salah besar.
Kalau ditambah dengan ‘kewajiban untuk menggali potensi diri’, maka beban mereka semakin bertambah. Masalah-masalah tentang perubahan fisik dan psikis belum terselesaikan dengan baik, eh, mereka sudah diberi kewajiban untuk mengetahui dan mencari cara supaya potensi mereka bisa tergali semenjak dini.
Itulah mengapa, Stanley Hall mengenalkan ke kita semua, bahwa ini lho yang dinamakan masa storm and stres pada remaja. Masa di mana remaja kita ini mengalami badai yang datang bertubi-tubi, sehingga bisa membuat mereka stres. Yang ditakutkan, stres ini akan menghambat proses penggalian potensi dalam diri mereka.
Lalu bagaimana cara mereka menghadapi masa ini?
Meminta Bantuan Kepada Orang yang Lebih Tua
Siapa saja? Bisa orang tua, saudara yang lebih tua, atau guru.
Kalau sejak anak-anak kita sudah mendidik mereka untuk selalu menceritakan apa saja yang mereka alami dan bagaimana perasaannya, tidak menutup kemungkinan remaja kita ini akan mencari orang tuanya saat mereka butuh bantuan.
Tapi disaat mereka malu dan risih untuk menceritakan masalahnya pada orang tua, mereka akan mencari orang lain yang dirasa tepat dari sisi kedewasaan. Iyap benar, saudara yang lebih tua atau guru. Tapi lagi-lagi dengan syarat, saudara yang lebih tua atau guru ini, memiliki figur yang hangat bagi mereka dan sudah mendapat kepercayaan yang besar.
Tapi jika remaja kita tidak mau meminta bantuan pada orang yang lebih tua, kemana lagi mereka akan mencari bantuan?
Masa Remaja Adalah Masa Mencari Teman Sebanyak Mungkin
Mencari teman sebanyak mungkin dua arti bagi remaja.
Yang pertama, teman sebagai tempat untuk saling bertukar pengetahuan baru. Dan yang kedua, teman adalah sosok paling menyenangkan untuk membantu mereka menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi.
Saya bahas satu per satu secara singkat ya.
Bagi Remaja, Teman Adalah Tempat untuk Saling Bertukar Pengalaman Baru
Dikarenakan keterbatasan para orang tua untuk mengikuti perkembangan tumbuh kembang anaknya yang sudah remaja, beberapa dari orang tua sering kali terlewat untuk memberikan informasi pada anaknya tentang hal-hal baru yang ada di dunia ini.
Misalkan saja penggunaan gadget.
Kita, para orang dewasa, memang menggunakan ponsel. Tapi tidak semua aplikasi yang dipakai oleh mereka, kita juga memakainya. Saya beri contoh yang sering orang tua curhatkan pada saya, yaitu penggunaan aplikasi game. Ada orang tua yang memainkannya, tapi banyak juga yang tidak memainkannya, tentunya dengan alasan yang beragam.
Berbeda dengan remaja. Karena banyaknya teman yang mereka miliki, rasa penasaran akan sesuatu (game itu tadi) akan semakin besar pula. Mereka penasaran, game apa yang sedang hits sekarang dan bagaimana cara memainkannya. Di sinilah fungsi teman muncul (sama-sama menggunakan aplikasi game), yaitu tempat untuk bertukar pengalaman baru. Teman sudah mengisi kekosongan fungsi orang tua (yang tidak bermain game) pada diri seorang remaja.
Jika gambaran seperti ini terulang terus-menerus dalam kehidupan remaja, maka remaja bisa mengambil keputusan yang gegabah. Yaitu, bahwa teman adalah tempat satu-satunya yang bagus untuk mencari cara mengembangkan potensi diri. Kalau remaja sudah beranggapan tunggal seperti ini, biasanya akan semakin sulit orang tua atau orang yang lebih tua lainnya, untuk masuk dalam kerangka pola berfikir mereka, walaupun hanya sekadar sharing saja.
Tentunya kita sebagai orang tua tidak mau hal ini terjadi bukan? Itulah mengapa, sejak awal penting sekali untuk tahu bakat, minat dan kemampuan anak kita. Juga melatih dan membantu mereka dengan cara yang bijaksana.
Teman adalah Tempat yang Tepat untuk Mendengarkan Isi Otak dan Isi Hati
Dalam hal menyelesaikan masalah, menyangkut arti kedua seorang teman untuk remaja. Yaitu teman adalah sosok paling menyenangkan untuk membantu mereka menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi.
Jangan lupa, berdasar uraian yang saya sampaikan di atas tadi, remaja sebenarnya punya dua masalah utama. (1) Masalah yang muncul karena pertumbuhan dan perkembangan fisik dan psikis, juga (2) masalah yang muncul saat penggalian potensi.
Ketika remaja merasa kalau orang yang lebih tua tidak bisa membantu mereka menyelesaikan masalah yang sedang mereka hadapi, mereka akan mencari teman-temannya. Untuk apa? Saya bilangnya, mereka saling curhat (mencurahkan isi hati).
It’s okey saja kok menurut saya, karena bagaimana pun juga mereka butuh meluapkan apa yang sedang mereka pikirkan dan mereka rasakan. Hanya saja yang sering menjadi kegelisahan para orang tua yang curhat ke saya itu, ketika anak mereka tidak sadar bahwa teman yang mereka prioritaskan itu, memiliki umur yang relatif sama. Teman-teman mereka pun juga memiliki masalah yang hampir sama.
Kalau sudah seperti ini, keluargalah yang memiliki kuasa penuh untuk menentukan apakah teman yang dimiliki oleh remaja kita ini, benar-benar sudah bisa diandalkan atau belum. Tahapan lebih tingginya lagi adalah, orang tua mau dan kembali berperan untuk membantu anaknya menyelesaikan masalahnya.
Orang Tua Kembali Memeluk Remaja
Memeluk anak, tidak hanya berhenti setelah mereka tidak lagi menjadi anak kecil. Memeluk remaja malah memiliki arti yang lebih luas. Meskipun fisik semakin besar, mereka tetap membutuhkan orang tua. Kita memang bukan Google yang tahu segalanya, tapi kita bisa kok menjadi orang tua yang diandalkan saat mereka membutuhkan kita.
Masa remajaku habis di depan buku, ngajar dan menikmati gaji dari ngajar, Mbak. Dan itupun cuma di rumah kebanyakan karena ortu bukan tipe yang fun fun aja anak gadisnya sering bepergian
BalasHapusTapi beruntung masih punya banyak teman karena aktif ikut seminar dulu bahkan rata rata temannya sudah dewasa haha
Mbaaaakk, jujur saya deg-degan banget menyambut anak yang makin tumbuh dan bentar lagi mau jadi teenager.
BalasHapusSaya takut nggak bsia jadi teman akrabnya.
Saya jadi agak jauh sama si kakak semenjak ada adiknya.
Kadang saya marahin karena dia selalu bertingkah yang bikin adiknya ikutan padahal kurang baik. padahal saya juga sadar kalau bukan tanggung jawab dia untuk jadi panutan adiknya, saya juga kudu berperan, huhuhu.
Memang saya harus semakin banyak membaca pengalaman dan ilmu-ilmu mengasuh anak remaja, agar nanti tahu langkah apa yang harus saya ambil jika anak begini dan begitu.
Harapan saya sih, semoga anak saya mau terus terbuka berbagi masalahnya dengan saya, menjadikan saya teman terbaik, aamiin :)
Dan wajib banget nih buat saya untuk membentuk bonding setiap hari.
ternyata masa remaja harus benar-benar diperhatikan oleh orang tua ya mbk. biasanya orang tua menganggap anak sudah mulai besar, sudah tidak begitu membutuhkan orang tua untuk memeluk anak yang sudah beranjak remaja saja banyak orang tua yang enggan dengan alasan nanti anaknya malu.
BalasHapusoiya, tentang game masih jadi pe er banget buatku. suami sudah berusaha terjun ke dunia game untuk mengontrol konten game yang dimainkan anak. tapi aku merasa tak bisa menjadi teman anak untuk urusan game. aku sudah mencoba game kekinian. tapi hasilnya selalu gagal. anak pernah menunjukkan eksoresi kecewa saat aku tidak berhasil memainkan game yang dia sukai. padahal dia sudah berusaha mengajariku dengan susah payah. hikz
Ponaanku banyak yang remaja, karakter tiap anak berbeda-beda. Lihat para remaja ini, muncul semacam ketakutan mereka salah pergaulan. Semoga tidak ya. Jangan. Sebagai Tante aku hanya bisa sering-sering menyapa mereka via WA dan kalau ketemu berusaha menggali apa yang sedang dirasakan saat ini. Lagi sedih kah, lagi galau kah, pokoknya pingin ngajak ngomong terus gitu lho.
BalasHapusDan ternyata asik juga ya omong-omongan sama anak remaja. Lucu, bawaannya pingin tertawa aja mendengar curhatannya..
makasih sharingnya mba, saya punya anak remaja yg sedang memberontak :)
BalasHapusMemang betul, Mbak. Remaja itu masa yang sangat penting dalam babak pencarian jati diri. Intinya jangan terburu-buru ya, karena bisa terbebani banget mereka dengan tuntutan menggali potensi dan mengenali jati diri. Anak remaja memang kadang lebih nyaman cerita sama teman sendiri, peer pressure kuat ya sampe kadang malas cerita hal serius ke ortu sendiri. Aku pas ngajar juga coba menggali apa yang jadi ganjalan anak SMP atau awal SMA yang mulai banyak hal untuk diceritakan dan ga mungkin dipendam sendiri.
BalasHapusIya mbak, setuju. Remaja lebih memilih teman daripada orang tua karena satu sinyal alias nyambung. Nggak kaya kalau mereka cerita ke orang tua yang belum selesai cerita udah diceramahin ini itu. Itu pengalaman saya pas jadi teenager dulu.
BalasHapusMales juga lah, cuma pengen didengerin malah diceramahin.
Masalahnya, ternyata saat jadi orang tua, saya nggak jauh beda dalam memperlakukan anak ðŸ˜
masa remaja emang masa badai. Salah sedikit malah badainya making kencang dan kita ikut terserap di dalamnya. Itulah kenapa arahan dan sentuhan dari orang dewasa ikut membantu menenangkan badai tersebut
BalasHapusKarena untuk meningkatkan satu potensi saja, manusia harus terus berfikir positif dan lihai dalam mengendalikan emosi yang sedang mereka rasakan. Kalimat yang saya suka dari artikel ini. Memang masa remaja masa yang berapi-api heheh apalagi saat mencari jati dirinya.
BalasHapusMasa Remaja itu masa yang krusial. Dimana mereka sedang 'on fire' menanggapi sesuatu. Emosi yang kadang meledak-ledak dan tak terkendali. Kita sebagai orang dewasa, harus perhatian ya, sama mereka. Kalau ada kesempatan sering ajak ngobrol dengan mereka.
BalasHapusApalagi orang tuanya, jangan sampai membiarkannya karena sudah kelihatan besar. Padahal di masa remaja, lagi butuh banget perhatian. Jangan sampai perhatian yang dia dapatkan dari orang yang salah.
Saat ini anak saya masih 10 tahun, jadi deg-degan deh menunggu masa remajanya. ALhamdulillah sih kalau sekarang si sulung sudah mau cerita apa saja yang dia rasakan. Semoga kedepannya dia juga mau menjadikan ayah-bundanya sebagai teman curhat karena dulu saya lebih suka curhat ke teman-teman daripada ibu, hiks.
BalasHapusNah, yang ditulis Mama ini bener banget karena adik saya yang sudah remaja jadi dekat dengan saya karena saya bisa menjadi tempat curhatnya. Sedikit banyak saya belajar dari dia cara membantu remaja bermasalah, hehe
Riaa...
BalasHapusAku suka bahasannya. Mau rekues untuk membahas mengenai psikologi anak dan remaja gitu yaa... yaa..
need more info tapi bukan dari buku. Karena pada dasarnya, mengasuh itu kembali ke style nya masing-masing.
Semoga anak-anak remaja dan orangtua bisa saling bersinergi dan membentuk lingkungan tumbuh yang sehat sehingga menjadi pribadi yang menyenangkan.
Terkadang menjadi orang tua yang bisa menjadi pendengar yang baik itu emang sudah keharusan ya. Tapi sayang, tidak banyak orang tua yang bisa menerepkannya dengan anak-anak mereka. Sehingga anaknya malah lebih senang curhat sama teman.
BalasHapusSemoga aku bisa menjadi pendengar yang baik untuk anak-anakku kelak. Aamiin
Mendidik dan merawat anak-anak saja seringkali bikin emosi naik, apalagi jika mereka nanti beranjak remaja. Mereka sudah memiliki pandangan sendiri sehingga pasti akan menyangkal pendapat orang tua yang tidak mereka setujui atau sukai. Butuh usaha yang pastinya jauuh lebih besar ya Mbak.
BalasHapusBersyukur di sekolah ada guru BP yang bisa berangkul para remaja sehingga bisa membantu mereka menjalani masa remaja dengan lebih baik.
Masa remaja memang jadi salah satu masa yang crucial yaa mbak.
BalasHapusDimasa remaja, aku termasuk salah satu anak yang tidak terlalu terbuka kepada orang tua. Tidak juga ada guru BK, berusaha agar tidak dipanggil BK agar ga ditanya2in wkwkkw.
Kesulitan bercerita ttg masalah ke orang lain sampai akhirnya setelah menikah dimarahi suami karena kalau ada masalah dipendam, jadi belajar utk berbagi justru setelah cukup dewasa 😅😅